Kajian Terbaru Efektivitas Hujan Buatan BMKG dalam Menangani Polusi di Jakarta

29/08/2023

hujan buatan di Jakarta

penamedia.news-Jakarta.Selasa 29/08/2023.
Di tengah eskalasi krisis polusi udara di Jakarta, upaya kota untuk menciptakan hujan buatan telah menjadi inisiatif yang mencuri perhatian, yang dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Dengan menggunakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC), BMKG berusaha mengatasi penurunan kualitas udara dengan menciptakan hujan buatan, mengandalkan pertumbuhan awan dan pola angin.di kutip dari berbagai Sumber,Meskipun hujan buatan di Jakarta telah terjadi dalam beberapa kesempatan dengan intensitas yang cukup tinggi, seperti terjadi pada malam tanggal 27 Agustus 2023.

 efektivitas teknologi modifikasi cuaca dalam mengurangi polusi udara masih menjadi perdebatan. Meski hujan buatan sementara waktu memperbaiki kualitas udara, tingkat polusi cenderung meningkat kembali di pagi hari.

Pada pukul 09.25 WIB tanggal 28 Agustus 2023, data dari situs IQAir menunjukkan indeks kualitas udara Jakarta mencapai angka 163 pada Indeks Kualitas Udara AS (AQI AS), menjaga posisi kota ini sebagai kota dengan polusi udara terparah kedua di dunia. Para ahli berpendapat bahwa pendekatan hujan buatan di Jakarta lebih bersifat reaktif daripada solutif.

Pelaksanaan teknologi modifikasi cuaca di Indonesia melibatkan berbagai lembaga, termasuk Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan BMKG. Keberhasilan teknologi modifikasi cuaca semacam hujan buatan di Jakarta sangat tergantung pada faktor-faktor seperti perkembangan awan dan arah angin.

Namun, efektivitas modifikasi cuaca yang ekstrem di Indonesia masih diperdebatkan. Para ahli berpendapat bahwa kurangnya daerah yang terkendali dalam operasi semacam ini menjadi faktor signifikan yang memengaruhi tingkat keberhasilannya.

Tantangan lainnya adalah kesulitan memodifikasi jenis awan tropis tertentu, yang mempersulit pelaksanaan hujan buatan di Jakarta. Oleh karena itu, segala upaya untuk merangsang hujan buatan di kota ini harus didesain dengan sangat teliti, dengan mempertimbangkan data statistik yang akurat serta kompleksitas lingkungan.

Dampak polusi udara di Jakarta, terutama terhadap kesehatan masyarakat, menjadi perhatian serius. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa pada tanggal 24 Agustus 2023, tercatat 200.000 kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Jakarta.

Angka ini empat kali lipat lebih tinggi daripada jumlah kasus ISPA selama pandemi Covid-19. Pada masa pandemi, jumlah kasus ISPA hanya sekitar 50.000. Dampak polusi udara terhadap kesehatan pernapasan, terutama pada balita, menjadi masalah serius. Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS) tahun 2011 menunjukkan bahwa sekitar 28 dari setiap 100 kematian balita disebabkan oleh ISPA, terutama pneumonia.

Ini berarti sekitar 5 dari setiap 1000 balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sehingga sekitar 140.000 balita meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.

Saat ini, akibat polusi udara, tren peningkatan kasus ISPA juga terlihat di Jakarta Selatan pada tahun 2023. Dinas Kesehatan Jakarta Selatan melaporkan peningkatan kunjungan ke puskesmas oleh pasien ISPA sebesar 22% selama periode Mei hingga Juli 2023.

Sebagian besar pasien ISPA adalah anak-anak berusia 0-5 tahun (balita), dengan total mencapai 62.186 individu. Namun, dampak polusi udara tidak hanya berdampak pada balita, karena 45.247 individu berusia 9-60 tahun dan 13.225 individu berusia 5-9 tahun juga terpengaruh. Pasien yang berusia di atas 60 tahun relatif lebih sedikit, hanya sekitar 7.588 orang.

Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Tjandra Yoga Aditama, menyoroti bahwa pada tahun 2019, polusi udara telah berkontribusi pada 6,7 juta kematian di seluruh dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa polusi udara ambien menyebabkan 4,2 juta kematian pada tahun yang sama.

"Tidak dapat disangkal, polusi udara menjadi penyebab 1 dari 6 kematian di dunia. Di India, hampir terjadi 1,6 juta kematian akibat polusi udara pada tahun 2019," ungkap Tjandra Yoga.
Redaksi-ZR